IATMI dan ExxonMobil Berkolaborasi Mendukung Teknologi CCS untuk Masa Depan Rendah Emisi di Indonesia

 

Jakarta, 6 Februari 2023 – Indonesia berkomitmen untuk terus mendukung pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) menuju Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2060 atau lebih cepat. Sementara itu, pemerintah juga menargetkan produksi minyak 1 juta barel per hari (BOPD) dan gas 12 miliar standar kubik kaki per hari (BSCFD) pada 2030. Untuk mengatasi kedua tantangan tersebut, teknologi penangkapan dan penyimpanan karbon atau Carbon Capture Storage (CCS) diyakini menjadi salah satu solusi untuk mencapainya.

Hal tersebut disampaikan Direktur Teknik dan Lingkungan Migas Kementerian ESDM, Mirza Mahendra, dalam acara Lunch and Talk Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia (IATMI) di Kantor Balai Besar Pengujian Minyak dan Gas Bumi (Lemigas) Jakarta, Kamis (2/2).

Acara bertajuk “Potensi CCS sebagai Teknologi untuk Offset Emisi di Indonesia” ini dihadiri oleh Vice President, Low Carbon Solutions Technology Portfolio, ExxonMobil Technology and Engineering Company, Prasanna V. Joshi sebagai pembicara, Kepala Lemigas Ariana Soemanto, Dadan Damayandri dari Lemigas, perwakilan dari Indonesia Petroleum Association (IPA) serta pemangku kepentingan terkait lainnya.

Untuk mendukung pengembangan CCS, Kementerian ESDM telah membuat rancangan Peraturan Menteri terkait Penyelenggaraan CCS pada Kegiatan Usaha Hulu Migas. Kini, rancangan tersebut telah melalui tahap harmonisasi antar kementerian. “Rancangan ini adalah bentuk kesamaan visi kami bersama stakeholders. Sebuah kolaborasi yang baik antara government dengan stakeholder seperti IPA, IATMI, perusahaan-perusahaan migas, serta institusi perguruan tinggi.  Peraturan ini merupakan embrio awal kita memasuki babak baru yaitu CCS,” ungkap Mirza.

“Dalam Roadmap Net Zero Emission Indonesia di sektor energi yang disebutkan pada Special Report International Energy Agency (IEA), aplikasi CCS dimulai setelah tahun 2025 dengan jumlah CO2 yang ditangkap diperkirakan 6 juta ton per tahun pada 2030, kemudian mencapai sekitar 190 juta ton CO2 per tahun pada 2060,” kata Mirza.

Menurutnya, saat ini terdapat 16 proyek CCS/CCUS di Indonesia dalam tahap studi dan persiapan, sebagian besar ditargetkan beroperasi sebelum 2030.

Dalam kesempatan yang sama, Ketua IATMI Raam Krisna menyampaikan teknologi CCS bukan hal yang baru. Menginjeksikan CO2 ke sumur migas diyakini akan meningkatkan produksi migas. Terlebih, geologi Indonesia juga mendukung penerapan teknologi ini. “Geologi Indonesia cukup unik dengan banyaknya lapangan-lapangan yang berdasarkan jebakan geologi dapat secara alami menahan CO2 yang diinjeksikan nantinya,” katanya.

Hasil penggunaan CCS untuk meningkatkan produksi, menurut Raam, tidak bisa langsung terlihat hasilnya dalam tahun ini, melainkan di tahun-tahun mendatang. IATMI berharap peningkatan produksi minyak dari teknologi ini dapat mengurangi tekanan impor minyak.

Sementara itu, Prasanna V. Joshi dari ExxonMobil menyampaikan kunci kesuksesan proyek CCS.  “Kuncinya adalah kolaborasi, skala, biaya, serta keamanan dan manajemen risiko. Apabila semua aspek tersebut diperhitungkan dengan baik, program CCUS akan sukses,” ujar Prasanna.

ESDM mendukung kegiatan ini sebagai wadah bagi para pakar dan pemangku kepentingan berdiskusi memberikan pandangan dalam upaya pengembangan potensi CCS, termasuk terkait potensi carbon trading untuk mendukung proyek CCS. Inisiatif ini menunjukkan bagaimana pemerintah, asosiasi, akademisi, dan pelaku korporasi bekerja sama untuk mendukung percepatan CCS di Indonesia.

 

You must be logged in to post a comment.